Gresik | porosindonesia.com – Mobil Grandmax warna Putih nopol W 8661 YA terlihat sedang ngangsu bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di SPBU 54.611.26 Tepatnya di Jln.Raya Benjeng Dermo Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik. Rabu (04/09/2024) pagi Pukul 10: 31 wib.
Adapun temuan tersebut berawal dari rekan-rekan wartawan yang melintas diarea SPBU Benjeng Gresik perjalanan arah pulang usai menghadiri acara peliputan Giat sebagai Jurnalis. Disaat melintas melihat ada mobil Grandmax Nopol W 8661 YA sedang mengisi pertalite kedalam Tanki SNInya. Ada jerigen dan drum ukuran 35 -50. Literan, diatas bak mobil sudah ada lima jerigen dan 2 drum.
Saat di wawancarai Wartawan sopir pengangsu pertalite mengatakan, Kegiatan ngangsu pertalite ini untuk dijual lagi dan saya tidak memiliki ijin, kata pengangsu.
Ketika rekan rekan wartawan ingin melanjutkan wawancara ternyata sopir pengangsu pertalite merasa enggan dan menjawab saya habis dari ambil jerigen dan drum di rumah teman, saya mau pulang dan memilih kabur. Padahal di cek sama tim media drum nya ada isinya sedikit. Melihat pengangsu pertalite kabur, operator berbadan gendut yang habis obrol sama oknum Pengangsu pun ikut lari masuk ke ruangan kantor SPBU.
Padahal sudah jelas diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014, pembelian PERTALITE menggunakan jerigen yang dilarang adalah tidak disertai rekomendasi untuk kebutuhan tertentu (pertanian, perikanan, usaha mikro/kecil).
“Pemerintah Pusat telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2012 tentang harga jual eceran dan pengguna jenis BBM tertentu, tidak terkecuali larangan bagi SPBU tidak boleh melayani konsumen dengan menggunakan jerigen untuk dijual lagi.
Pembelian menggunakan jerigen juga termuat dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2012 bahwa telah diatur larangan dan keselamatan. Peraturan itu menerangkan secara detail tentang konsumen pengguna, SPBU tidak diperbolehkan melayani jerigen.
Sedangkan Para tersangka kasus penimbunan BBM bersubsidi dijerat dengan Pasal 55 UU Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dimana elaku terancam dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 60.000.000.000.
Sedangkan bagi oknum pihak SPBU yang bekerja sama dengan pelaku penyalahgunaan BBM ilegal sehingga pembeli dapat melakukan penimbunan atau penyimpanan tanpa izin, dapat dipidana dengan mengingat Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Pasal tersebut berbunyi, dipidana sebagai pembantu kejahatan, mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Berdasarkan uraian tersebut, jika unsur kesengajaan pada pasal di atas terpenuhi, maka pihak SPBU dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana pembantuan.
Hal itu telah diatur dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia termasuk Regulasi terkait.
Larangan itu disebabkan karena jerigen terbuat dari bahan yang mudah terbakar. Apalagi untuk bahan bakar seperti Premium/sejenis (Pertalite) yang cepat terbakar. Jika dibandingkan dengan bahan bakar lain yang oktannya lebih tinggi, Premium/Pertalite lebih cepat terbakar.
Diharapkan Untuk kedepannya pihak Pertamina agar lebih memperhatikan dan menindak tegas oknum SPBU yang melanggar SOP atau nakal.
(Tim)